Langsung ke konten utama

Menggenggam Dunia

Bagaimana rasanya menggenggam dunia? Apakah kita pernah berfikir tentang itu? Apa rasanya jika kita memiliki semua yang ada di dunia ini? Apakah kita pernah memikirkan tentang hal itu? Lalu kalau iya, untuk apa kita berfikir tentang hal seperti itu? Seberapa pentingkah dunia ini untuk kita? apakah kita hanya berorientasi pada kesenangan dunia saja?

Padahal, kita tau dunia bukanlah sebenar-benarnya tempat kita tinggal. Dunia hanyalah tempat kita menyiapkan bekal untuk perjalanan jauh menuju tempat kita yang sebenanya. Maka dari itu, apakah dunia ini begitu penting untuk kita? coba kita tanyakan lagi ke dalam hati kita. apa yang sebenarnya kita cari dalam hidup ini. Apakah kesenangan dunia, atau bekal untuk menjemput kehidupan setelah ini.

Setelah kita mengetahui bahwa dunia ini bukanlah keabadian, alangkah bijaknya jika kita mencari tau apa yang sebenarnya abadi untuk kita. Apa yang sebenarnya lebih penting dari hanya sekedar kesenangan dunia semata. Ternyata, ada hal yang lebih penting daripada hanya sekedar orientasi dunia. Melainkan berorientasi pada kehidupan setelah ini, dan kita berusaha mempersiapkannya dengan sebaik mungkin.

Menebar kebaikan dan kebermanfaatan adalah hal yang lebih penting dari sekedar kesenangan dunia. Kita dapat menjadi alasan orang lain tersenyum untuk membuat hidup kita terasa lebih berarti, dan perasaan seperti itu tidak akan kita dapatkan ketika kita hanya mengejar kesenangan dunia saja.  Dengan menebar kebaikan, kita akan menabung kenangan-kenangan baik yang bisa kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan jika sudah tiba waktunya nanti. Dengan menebar kebermanfaatan, kita akan lebih bahagia ketimbang sekedar mencari kebahagiaan diri sendiri dengan selalu memikirkan bagaimana cara menggenggam dunia.

Hidup ini tidak akan berarti jika kita hanya peduli dengan diri kita sendiri. Hidup ini akan berarti jika kita berhasil menambatkan pemahaman hidup bahwa dunia bukanlah akhir dari segalanya. Namun, memang tidak ada yang salah jika kita bercita-cita menggenggam dunia, dengan catatan, kita menggenggamnya sebagai sarana untuk menebar kebaikan dan kebermanfaatan dengan skala yang besar.

Jangan pernah terobsesi tentang hal-hal yang menguntungkan diri kita sendiri. Kita tidak akan bisa mendapatkan kenikmatan hidup yang hakiki. Jangan pernah merasa kebahagiaan hanya milik kita sendiri. Karena sesungguhnya ketika kita berbagi kepada orang lain, itulah kebahagiaan yang hakiki.
Sekarang, kamu bisa melihat betapa kamu mempunyai tekad itu. Tekad untuk menjadikan dunia sebagai sarana untuk memudahkanmu menjadi orang yang baik, dan menjadikan orang lain sebagai orang yang baik pula. Kamu sadar bahwa tujuanmu bukanlah untuk menaklukkan dunia. Tapi untuk menaklukkan rasa egois yang bersarang di dalam hatimu.

Pada akhirnya, kita tau bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, tidak ada yang abadi kecuali hanya amal-amal baik yang kita perjuangkan saat hidup ini. Maka jangan lelah,  maka jangan rapuh, maka jangan menyerah untuk terus belajar dalam setiap lini kehidupan. Maka jangan berhenti untuk akhirnya pergi.

Genggamlah dunia di tanganmu, tapi jangan di dalam hatimu. Jadikan dunia sebagai sarana untuk mempermudahmu beramal dalam kebaikan. Untuk mempermudahmu berbagi walaupun berada di dalam kesulitan, untuk tersenyum walaupun berada di dalam kesedihan, untuk tetap bertahan walaupun berada di dalam kesendirian. Kamu punya dunia untuk begitu. Kamu punya dunia bukan untuk dirimu. Tapi kamu punya dunia untuk berkata pada Tuhan ; aku telah menjadi hamba-Mu yang baik di dunia, Tuhan. Maka berikan aku tempat terbaik di syurga-Mu kelak. Aamiin.

-Ra

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Komunikasi : Tradisi Kritis

Apa sebenarnya tradisi kritis dalam teori komunikasi? Tradisi kritis merupakan asumsi dari sekian banyak teori kritis yang menyebutkan bahwa di dalam masyarakat, banyak terjadi kesenjangan sosial. Dengan hadirnya tradisi kritis sebagai bagian dari teori komunikasi, para teoritis mengarapkan tradisi ini dapat berguna untuk pemecahan masalah dalam bentuk komunikasi untuk kesenjangan yang terjadi, atau setidaknya, kita dapat mengetahui mengapa kesenjangan itu bisa terjadi. Berangkatnya tradisi kritis, bisa kita lihat dari mana tradisi ini mulai berkembang. Tradisi kritis muncul dalam kelompok ilmuwan Jerman yang biasa dikenal dengan sebutan “Frankfurt School”. Para teoritisinya ternyata mengadopsi pemikiran Marxis. Tidak mengherankan jika para teoritis menjadikan tradisi ini sebagai tradisi yang banyak perbandingannya. Perkembangan tentang suatu kritik sosial umum juga diprakarsai oleh kelompok ini. Dalam kritik sosial tersebut, mereka sepakat bahwa komunikasi menjadi titik utama dal...

Teori Komunikasi : Perspektif Pragmatis

Ketika kita sudah mengenal tradisi dalam komunikasi, dan juga beberapa perspektif komunikasi, nyatanya kita juga harus berkenalan dengan salah satu perspektif yang terbilang baru dalam komunikasi. Yaitu perspektif pragmatis. Dilihat dari asal katanya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pragmatis mempunyai arti bersifat praktis dan berguna bagi umum ; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan) ; mengenai atau bersangkutan dengan nilai-nilai praktis. Lalu, apa itu perspektif pragmatis dalam teori komunikasi? Berdasarkan pengertian kata pragmatis diatas, kita dapat mengetahui bahwa perspektif ini tidak bersifat subjektif. Dari arti katanya saja, kita dapat melihat bahwa berfikir secara pragmatis berarti berfikir secara umum. Adapun dalam komunikasi, berarti perspektif pragmatis akan membawa kita melihat komunikasi tidak hanya dengan satu sudut pandang saja. Melainkan dari berbagai sudut pandang. Melalui perspektif pragmatis, kita jga dapat mengetahui b...

Teori Komunikasi : Tradisi Sosiopsikologis

Dalam hidup ini, terlalu banyak yang kita kerjakan, apalagi yang kita dapatkan. Semua informasi yang simpang-siur, bisa jadi berbentuk fakta, atau bisa juga berbentuk opini. Dari mulai diskusi-diskusi yang kita lakukan dengan teman sekolah, kuliah, kerja, bahkan dengan keluarga kita sekalipun. Semua yang kita dapat, hubungan yang kita jalani dengan orang lain, juga bermacam-macam situasi dan kondisi yang kita alami, pada akhirnya kita pandang dengan memakai sudut pandang kita sendiri, atau biasa kita kenal dengan subjektivitas. Kita sering menilai sesuatu dengan penilaian kita sendiri sebagai pelaku komunikasi. Dalam tradisi ini, kita juga tidak terlepas dalam permasalahan pokok, yaitu bagaimana kita mengolah informasi dan menyusunnya ke dalam sistem kognitif. Terlalu banyak informasi yang kita dapatkan setiap hari, bentuknya bisa fakta atau bahkan nilai dan berupa opini. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita mengolah informasi tersebut? Apa yang kita lakukan ketika mendapatkan inf...