Ketika mengetahui bahwa semiotika berarti kata
lain dari ‘tanda’, saya lebih suka menyebutnya dengan ‘kode’. Mengapa? Karena kode
identik dengan hal-hal yang tidak serta merta bisa kita lihat dan pahami secara
langsung, perlu ada perantaranya atau cara agar kita mengerti apa yang
sebenarnya ada di balik kode tersebut. Karena tidak langsung terlihat, kita
bisa berasumsi bahwa tanda, atau kode, biasanya tidak secara langsung tampak di
objek yang kita tuju. Jadi, kalau dilihat, kode tersebut berada diluar dari
objek yang dituju.
Masuk ke pengertian dari semiotika itu
sendiri, semiotika merupakan tradisi dari teori komunikasi yang mempelajari
tentang makna, simbol-simbol, atau tanda-tanda dari sebuah ide, gagasan,
sesuatu, benda, atau apapun yang tidak kita lihat secara langsung ketika kita
mempelajari hal-hal tersebut. Tradisi ini juga memberikan pemahaman kepada kita
bagaimana tanda-tanda tersebut merepresentasikan objek tertentu, dan kita juga
akan tahu bagaimana cara memahami dan mengetahui makna dibalik simbol-simbol
yang tidak tampak secara langsung tersebut.
Kata semiotika sendiri, berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “semeion”, yang mempunyai
arti tanda. Pada dasarnya, ketika kita mempelajari tradisi semiotika, kita akan
mengetahui bagaimana sebenarnya suatu pesan disampaikan agar lebih komunikatif.
Dikutip dari www.dictio.id
tentang apa itu sebenarnya tradisi semiotika, penulis menjelaskan bahwa tradisi
ini memfokuskan pada tanda-tanda dan simbol-simbol. Komunikasi dipandang
sebagai sebuah jembatan utama kata-kata yang bersifat pribadi. Ternyata, tradisi
semiotika dianggap cocok untuk
memecahkan masalah, kesalahpahaman, dan respon-respon subyektif. Tradisi semiotik
juga banyak memperdebatkan bahasa yang meliputi tanda, simbol, makna,
referensi, kode, dan pemahaman. Contoh: suhu tubuh yang panas bahwa tubuh itu
terkena infeksi.
Tradisi Semiotika dibagi
menjadi tiga, yaitu : Semantik atau
biasa kita sebut dengan bahasa. Pembahasan tentang semantik lebih merujuk
pada bagaimana sebenarnya hubungan antara kode dengan objeknya atau tentang
keberadaan dari kode itu sendiri. Yang kedua adalah sigtamantik yang mendalami
tentang hubungan antar tanda. Dalam sigtamantik, kita akan tahu bahwa tanda
hampir tidak dapat berdiri sendiri. Yang ketiga adalah Paradigmatic, yang melihat bagaimana sebuah tanda membedakan
antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai
berbeda oleh masing-masing orang sesuai dengan latar belakang budayanya.
Dari ketiga varian
diatas, kita lagi-lagi dapat mengetahui bahwa sebenarnya, pemahaman atau
penafsiran suatu tanda, simbol, atau kode, semua tergantung oleh beberapa
faktor. Bisa jadi faktor kebiasaan, pengalaman, lingkungan, adat istiadat,
bahkan budaya.
Dikutip dari https://www.academia.edu
tentang siapa penemu tradisi semiotika, teori Semiotik ini
dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini, semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda
(signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang
terungkap melaluikonsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur.
Dalam teori semiotika yang dikemukakan
Saussure, hubungan antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda
yang mempelajari hubungan elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan
atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Karena
seperti yang telah saya tuliskan diatas, bahwa interpretasi tentang suatu tnda
bisa saja berbeda-beda oleh individu yang stu dengan individu yang lainnya
dikarenakan adanya perbedaan cara pandang. Maka dari itu, kesepakatan sosial
sangat penting disini.
Menurut Saussure,tanda yang terdiri dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier
atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified atau
petanda.
Maka dari itu, saya melihat begitu pentingnya penyamaan
interpretasi atau penyatuan bahasa, khususnya di Indonesia. Karena begitu
banyak bahasa serta budaya, tradisi semiotik dapat menjadi ancaman jika kita
tidak melakukan pencerdasan tentang suatu tanda atau simbol tertentu. Karena,
dalam komunikasi yang dilakukan tanpa simbol saja bisa terjadi kesalahpahaman,
apalagi jika menggunakan simbol. Jadi, ketika menggunakan tradisi semiotika
dalam berkomunikasi, kita harus berhati-hati dan saling menghargai satu sama
lain.
Sumber Referensi :
Komentar
Posting Komentar