Ketika saya mencari tahu apa sebenarnya definisi dari kata retorika, ternyata saya mendapati bahwa retorika merupakan konsep untuk menerangkan tiga
seni penggunaan bahasa yang bersifat persuasif, yaitu ; etos, patos, dan logos. Kalau kita maknai, retorika merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan seni
berkomunikasi lisan yang memuat tata bahasa, logika, dan dialektika yang baik
dan benar untuk memengaruhi orang lain dengan opini. Jika diartikan secara luas, retorika
berhubungan dengan pembelajaran komunikasi manusia.
Kita menenal Isocrates dan Plato sebagai pakar komunikasi. Memang, mereka berdua dipengaruhi Georgias dan Socrates. Ternyata, Isocrates dan Plato mengemukakan bahwa retorika menjadi sangat penting ketika kita ingin menentukan atau memilih seorang pemimpin. Bagaimana bisa?. Plato yang merupakan murid utama dari Socrates menyatakan bahwa
retorika sangat penting untuk dipelajari oleh para calon pemimpin agar para calon pemimpin tersebut dapat mencapai
kedudukan dalam pemerintahan dan dapat memengaruhi rakyat.
Retorika sebagai ilmu pernyataan antar
manusia mulai membumi ditandai dengan munculnya Demosthenes dan Aristoteles yang merupakan dua
orang pakar yang teorinya masih dijadikan bahan kuliah di berbagai
perguruan tinggi sampai saat ini.
Merujuk pada pernyataan Plato, bahwa retorika merupakan sebuah seni yang ditunjukkan oleh retorikan
untuk menenangkan jiwa pendengar. Menurut Aristoteles, retorika adalah
kemampuan retorikan untuk mengemukakan sesuatu, dan dalam penyampaiannya tersebut, retorikan dapat memberikan efek persuasif kepada para pendengarnya.
Dalam aplikasinya, teori retorika lebih berfokus pada pemikiran
mengenai retorika, Aristoteles menyebut retorika sebagai alat uintuk memengaruhi orang banyak. Maksudnya, seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya
harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos) dan
etika/kredibilitas (ethos). Khalayak merupakan poin penting dari persuasi agar efektif, dan juga silogisme retoris, yang melihat khalayak sebagai objek untuk menemukan sendiri
inti dari pidato yang tidak tersampaikan secara nyata, juga digunakan dalam persuasi.
Sehingga, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa teori retorika adalah teori yang memberikan petunjuk atau cara agar kita dapat berkomunikasi secara efektif dan kita dapat memengaruhi khalayak kita.
Dari simpulan diatas, retorika didefinisikan sebagai
seni membangun argumentasi dan seni berbicara (the art of constructing
arguments and speechmaking). Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup
proses untuk menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide
melalui berbagai macam pesan.
Dalam tradisi retorika, kita mengenal kanon Retorika. Kanon merupakan tuntunan atau
prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pembicara agar pidato persuasif dapat
menjadi efektif, yaitu:
1. Penemuan (invention),
diartikan sebagai pembangun dari suatu argumen yang
relevan dengan tujuan dari yang ingin kita sampaikan. Dalam hal ini, kita perlu menciptakan integrasi
cara berfikir dengan argumen tentang apa yang ingin kita samapaikan. Oleh karena itu, dengan menggunakan
logika dan bukti dalam naskah, kita dapat menyampaikan sesuatu dengan lebih kuat
dan persuasif. Hal yang membantu penemuan adalah topik. Topik (topic) merupakan bantuan yang merujuk pada argumen yang digunakan oleh pembicara. Para
pembicara juga bergantung pada civic space yaitu ruang kasata mata dimana pembicara dapat memengaruhi khalayaknya.
2. Pengaturan (arrangement),
berhubungan dengan kemampuan pembicara untuk mengorganisasikan apa yang akan disampaikannya. Jika mengambil contoh pidato, secara umum harus mengikuti pendekatan yang terdiri atas tiga hal, yaitu ; pengantar (introduction), batang tubuh (body), dan kesimpulan (conclusion).
Pengantar merupakan bagian dari strategi organisasi dalam suatu pidato yang
dapat menarik perhatian khalayak, menunjukkan hubungan topik dengan khalayak,
dan memberikan bahasan singkat mengenai tujuan pembicara. Batang tubuh
merupakan bagian dari strategi organisasi dari pidato yang mencakup argumen,
contoh dan detail penting untuk menyampaikan suatu pemikiran. Kesimpulan atau
epilog merupakan bagian dari strategi organisasi dalam pidato yang ditujukan
untuk merangkum poin-poin penting yang telah disampaikan pembicara dan untuk
menggugah emosi di dalam khalayak.
3. Gaya (style), merupakan
kanon retorika yang mencakup penggunaan bahasa untuk menyampaikan ide-ide
ketika kita menyampaikan sebuah pidato. Ketika kita menggunakan bahasa, kita harus menghindari glos
(kata-kata yang sudah kuno dalam pidato), akan tetapi lebih dianjurkan
menggunakan metafora (majas yang membantu untuk membuat hal yang tidak jelas
menjadi lebih mudah dipahami). Penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato
dapat diingat dan bahwa ide-ide dari pembicara diperjelas.
4. Penyampaian (delivery),
adalah kanon retorika yang merujuk pada presentasi nonverbal dari ide-ide
pembicara. Biasnaya, penyampaian berupa perilaku yang tidak dismapaikan secara lisan, seperti kontak mata,
tanda vokal, ejaan, kejelasan pengucapan, dialek, gerak tubuh, dan penampilan
fisik. Penyampaian yang efektif mendukung kata-kata pembicara dan membantu
mengurangi ketegangan pembicara.
5. Ingatan (memory) adalah
kanon retorika yang merujuk pada usaha-usaha pembicara untuk menyimpan
informasi untuk sebuah pidato. Dengan ingatan, seseorang pembicara dapat
mengetahui apa saja yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya, meredakan
ketegangan pembicara dan memungkinkan pembicara untuk merespons hal-hal yang
tidak terduga.
Jenis-jenis Retorika
1. Retorika forensic (forensic
rhetoric), berkaitan dengan keadaan dimana pembicara mendorong timbulnya rasa
bersalah atau tidak bersalah dari khalayak. Pidato forensic atau juga disebut
pidato yudisial biasanya ditemui dalam kerangka hukum. Retorika forensic
berorientasi pada masa waktu lampau.
2. Retorika epideiktik
(epideictic rhetoric), adalah jenis retorika yang berkaitan dengan wacana yang
berhubungan dengan pujian atau tuduhan. Pidato epideiktik sering disebut juga
pidato seremonial. Pidato jenis ini disampaikan kepada publik dengan tujuan
untuk memuji, menghormati, menyalahkan dan mempermalukan. Pidato jenis ini
berfokus pada isu-isu sosial yang ada pada masa waktu sekarang.
3. Retorika deliberative
(deliberative rhetoric), adalah jenis retorika yang menentukan tindakan yang
harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan oleh khalayak. Pidato ini
sering disebut juga dengan pidato politis. Pidato deliberative berorientasi
pada masa waktu yang akan datang.
Sumber :
4. West, Richard. Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. Jakarta
: Salemba Humanika, 2008
Komentar
Posting Komentar